Kamis, 19 September 2019

MANTRA JAWA

MANTRA JAWA


            Mantra merupakan rangkaian kata dengan makna tertentu yang memiliki


kekuatan supranatural. Kekuatan tersebut  terkadang sulit dijangkau  olenalar manusia. Pada umumnya, mantra bersifat rahasia sehingga tidak sembarang orang dengan mudah mendapatkannya. Hingga saat ini mantra masih bersifat rahasia bagi mereka yang mempercayai tuahnya. Hal tersebut dialami oleh penulis ketika melakukan wawancara kepada narasumber yang menguasai mantra pengobatan. Beliau terlihat sangat menjaga kerahasiaan mantra yang dikuasainya, sehingga beliau hanya menjelaskan secara garis besar bahwa mantra yang diucapkannya merupakan bentuk komunikasi kepada Tuhan dalam bentuk doa.
Kata mantra berasal dari bahasa Sansekerta yang bermakna teks suci’, teks rahasia. kata mantra berasal dari akar kata man ‘berfikir’ dan tra alat sehingga kata mantra dapat  dimaknai  sebagai  alat  berfikir’.  Sementara  itu,  Hartarta  sebagaimana dikutip  oleh  Saddhono  (2016:84-85)  mengemukakan  bahwa  mantra  dalam
masyarakat Jawa merupakan suatu metode atau gagasan sebagai penegasan suatu tujuan tertentu yang dinyatakan  dengan kata-kata yang dianggap mengandung kekuatan gaib dan diciptakan sebagai terobosan untuk mengatasi permasalahan sosial. Mantra dapat berupa benda atau ucapan atau doa khusus.
Terkait definisi mantra, Setyawati (2006: 64) mengemukakan bahwa mantra adalah suku kata tersamar yang mempunyai kekuatan dan bertuah, aksara tertentu yang bersifat magis yang dipercaya bertuah, kata-kata bertuah berdasar pada kepercayaan bersifat magis yang melekat pada suara. Pengamalan mantra identik dengan proses mistik, sebagaimana dijelaskan oleh Supadjar (2001:99-
100) bahwa proses mistik biasanya ditempuh dengan cara bertapa, mengasingkan diri, dan bersemedi. Mistik juga dipahami sebagai eksistensi tertinggi, yaitu pamoring kawula-Gusti atau bersatunya manusia dan Tuhan, puncak kecintaan makhluk kepada Khaliknya sebagai suatu praktik pengalaman dan aktivitas spiritual yang disertai peniadaan atau pengabaian diri. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa mantra adalah benda, ucapan atau doa khusus yang bersifat rahasia, magis dan memiliki kekuatan supranatural yang diperoleh melalui proses mistik guna mengatasi permasalahan yang tengah dihadapi.



Bentuk Kearifan Lokal Budaya Jawa. Jurnal Akademika, 21(1), 83–98.

2017.

Setyawati, Kartika. Mantra Pada Koleksi Naskah Merapi Merbabu. Humaniora,

18(1), 63-71. 2006.

Supadjar, Damardjati. Filsafat Sosial Serat Sastra Gending. Yogyakarta: Fajar

Pustaka Baru. 2001.


WAYANG


WAYANG

Para Brahmana hindu yang pertama-tama yang meminpin penyiaran dan penyebaran agama hindu di Pulau Jawa pada abad IV Masehi, selalu menggunakan kitab-kitab mahabarata dan ramayana sebagai daya tarik, di saming Kitab Suci Weda sendiri. Menurut sumber-sumber sejarah, agama hindu masuk ke Indonesia selitar abad I Masahi, sember-sumber tersebut berasal dari prasasti-prasasti yang ditemukan dan dari berita-berita penulis sejarah bangsa Tionghoa. Kerajaan-kerajaan hindu yang berada di Indonesia antara lain. Kerajaan Hindu di Kutai, Kalimantan Timur ( awal ababd V ) yang kemudian disusul oleh kerajaan Taruma di Jawa Barat.
Dengan data-data ini, dapat diambil kesimpulan bahwa telah ada hubungan antara Kerajaan-kerajaan pusat agama Hindu ( India dan sekitarnya) dengan Negara-negara di Nusantara. Namun hubungan yang masuk tidak hanya saja hubungan dagang saja, melainkan juga jalur-jalur perkawinan dan jalur-jalur pendidikan.
Meskipun begitu, penghomrmatan terhadap arwahnenek moyang juga tetap dilaksanakan tanpa kepalang tanggung. Oran-orang di Jawa sedikit takut kepaadaa mereka, sebab kalu mereka terlambat sedikit dalaam memberikan sesaji, salah-salah anak cucu bisa ”kuwalat
Di samping kepada arwah nenek monyang “ kelas bisa”, orang-orang juga memberikan penghormatan “special” kepada pendiri Desa, yang disebuat “ cikal bakal”, sampi  mereka beranggapan kalu paenen di desa gagal, ini pasti karena ulah sang cikaal bakal tersebut.
Dengan demikian, orang-orangdsa berusaha dengan sekuat tenaga untuk menggembirakan hati beliau, mereka menyayikan lagu-lagu disertai suara music yang merdu, tari-tarian yang lemah gemulai, dan bau kemenyan yang semerbak. Para  “medium” yang bertugas memenggil arwah tersebut, kalu di Negeri asalnya, India Belakang disebut Syaman.
Berdasarkan sumber-sumber yang layak dipercayai, para Syaman kalu sedang bertugas selalu memakai kedok (topeng) yang sedang melukiskan nenek mpyang. Mereka menari-nari hinggaa dimasuki arwah nenek moyang (kesurupan).  Dalam keadaan demikian para Syamab mengoceh dan menceritakan kelebihan-kelebiahn  yang dimiliki para nenek moyang, misalnya kepahlawanan mereka dan perang, membuat tanggul untuk kepentingan penduduk desa, dan sebagainya.
Kemudian oleh orang-orang yang mendiami Pulau Jawa pada wktu itu, nenek moyang digambarkan sebagai tokoh-tokoh wayang dan dengan demikian terjadilah wayang kulit, setelah melaluhi kurun waktu yang berabad-abad lamanya, maka seni pewayangan berkembangan sedemikian rupa hingga berjumlah empat ratus jenis. Wayang telah dikenal sejak dahulu merupakan peninggalan leluhur, kesenian tradisonal wayang merupakan sarana komunikasi yang sangat efektif, berfungsi pula sebagai media hiburan, penerangan dan pendidikan serta dapat pula berperan sebagai media dakwah. Sebagai kesenian yang’Adiluhung’ wayang banyak mengandung nilai-nilai falsafah yang tinggi, perlu dilestarikan dan dihayati khususnya bagai generasi penerus

Bersumebr dari buku milik perpustakaan UNY dengan nomor buku (398.54)
RM ismunandar K. 2006. Wayang asal usul san jenisnya. Semarang:Effhar
NAMA            : FITRAYOGA LANANG P
NIM                : 19209241051
PRODI            : PEND. SENI TARI ( UNY )

UPACARA TRADISI GENDURI


UPACARA TRADISI GENDURI

Upacara slametan atau genduri sudah menjadi tradisi yang mendarah daging dikalangan masyarakat jawa, kususnya  kaum abangan. Namun saat ini banyak orang jawa yang melaksanakan sebatas sebuah tradisi warisan leluhur. Kata Slametan atau Selamatan berasal dari kata “selamet” yang berati “selamat, bahagia, sentosa”. Adapun makna kata “selamat” ialah keadaan lepas dari insiden-insiden yang tidak dikendaki, Rizem (2015:81).

Menurut beberapa paraahli slametan atau genduri diartikan sebagai:
   
1.      Clifford, Geertz (1983:13) slametan adalah versi jawa yang merupakan upacara keagamaan dan adat Jawa yang paling umum di dunia. Slametan melambangkan kesatuan mistik dan sosial mereka yang ikut serta di dalamnya.
2.      Aizid, Rizem (2015:83) slametan adalah kegiatan masyarakat Jawa yang biasanya digambarkan sebagai pesta ritual, upacaranya diadakan di rumah maupun desa atau bahkan skala yang lebih besar yang sudah dilakukan oleh nenek moyang.

Dari pendapat beberapa para ahli dapat disimpulkan slametan adalah upacara atau ritual tradisonal masyarakat Jawa yang tradisional  yang bertujuan minta keslamatan kepada tuhan dan ungkapan rasa syukur kepada Tuhan. Kebayakan slametan diadakan pada waktu malam setelah matahari terbenam dan setelah Shalat Magrib telah dilakukan oleh umat Islam. Tetapi ada beberpa slametan yang diadakan pada siang hari seperti piton-piton bayi, mitoni anak, panen dan masih bayak lagi slamaten yang diadakan pada siang hari.
Ketika slametan ganti nama, panen, atau hitanan, tuan rumah akan mengundang seseorang yang ahli pada hitungan jawa (berjonggo) untuk menentukan hari baik menurut hitungan sistem kalenden Jawa. Pada upacara slametan yang diundang adalah kaum pria saja yang berada disekitar rumah yang punya hajat. Pada saat slametan sejumlah orang duduk melingkar bersila di atas tikar untuk berdoa bersama yang dipinpin oleh sesepuh atau berjonggo setempat, tidak mudah untuk mengkajatkan ubarampe yang ada dalam genduri karena harus hafal jenis dan tujuan ubarampe dalam genduri tersebut. Salah satu hal yang pasti ada dalam setiap slametan adalah ubarampe, yaitu sekumpulan perlengkapan ritual, setiap acara slametan pasti memiliki atau menggunakan ubarampe yang berbeda tergantung niat atau hajat yang akan dilakukan.      
Dalam makalah ini peneliti akan menberikan contoh slametan atau genduri prosesi penanaman padi sampai panen di daerah paling selatan Kabupaten Ponorogo yaitu Desa Selur Kecamatan Ngrayun Kabupaten Ponorogo. Diketehui Desa Selur merupakan perdesa yang berada di atas pengunungan yang masih sejuk dan pemandangan yang begitu indah kemudian disebelah selatannya lagi sudah Kabupaten Terggalek. Dari segi itulah Desa Selur khususnya masih mempertahankan tradisi-tradisi nenek moyang yang masih dipelihara dengat baik seperti genduri karena diyakini ketika melakukan genduri akan kembali lagi pada keluargannya, akan memperoleh keslamatan dan bartambah riskinya yang diberikan oleh Tuhan. Hampir setiap hari masyarakat Desa Selur mengadakan genduri seperti piton-piton bayi, mitoni anak, panen, kematian, mendirikan rumah, pindah rumah dan masih banyak lagi genduri yang masih terjaga dengan baik oleh masyarakat Desa Selur yang dilakukan.
Banyak upacara adat yang terjadi saat penanaman padi sebelum dimulai contohnya menetukan hari baik sebelum menanam padi sesuai hitungan kalender jawa, kemudian pemilik sawah akan mengadakan genduri dengan tujuan agar waktu penanaman berjalan dengan lancar tanpa ada alangan dan hasil panennya sesuai harapan, selanjutnya pemilik sawah akan menaruh sesajen yang dinamakan pecok bakal atau panjang ilang yang ditaruh dipinggiran sawah ketika menanam padi dilakukan sampai panen padi baru diambil lagi dengan maksud memberi penghormatan dan rasa terima kasih kepada leluhur yang sudah membuatkan sawah tersebut, kemuadian saat pertengahan atau ketika tanaman padi mulai berisi pemilik sawah akan melakukan Rujakan dengan maksud supaya isi padinya berisi semua dan ketika panen bisa memperoleh sesuai harapan. Kemudian ketika sebelum panen dilakukan Masyarakat Desa Selur akan mencari hari baik lagi yang sesuai kalender jawa untuk menentukan kapan padi tersebut dipanen, seteleh hari baik sudah ditentukan Masyarakat Desa Selur akan mengadakan genduri dengan tujuan mengukapkan rasa syukur atas pemberian Tuhan dengan panen yang sesuai harapan dan memita keslamatan ketika proses panen dilakukan. Dalam prosesi genduri dilakukan terdapat doa-doa secara adat Jawa dan Agama dengan inti yang sama yaitu mengukapkan rasa syukur dan meminta keslamatan kepada Tuhan.    

daftar pustaka :



Geert, Clifford.1983. Abangan,Santri,Priyayi dalam Masyarakat Jawa.

 Jakarta: Puastaka Jaya.
Aizid, Rizem. 2015.Islam Abangan & Kehidupannya.Jakarta:Dipta

NAMA : FITRAYOGA LANANG P
NIM      : 19209241051
PRODI   : PEND. SENI TARI ( UNY )