WAYANG
Para
Brahmana hindu yang pertama-tama yang meminpin penyiaran dan penyebaran agama
hindu di Pulau Jawa pada abad IV Masehi, selalu menggunakan kitab-kitab
mahabarata dan ramayana sebagai daya tarik, di saming Kitab Suci Weda
sendiri. Menurut sumber-sumber sejarah, agama hindu masuk ke Indonesia
selitar abad I Masahi, sember-sumber tersebut berasal dari prasasti-prasasti
yang ditemukan dan dari berita-berita penulis sejarah bangsa Tionghoa.
Kerajaan-kerajaan hindu yang berada di Indonesia antara lain. Kerajaan Hindu di
Kutai, Kalimantan Timur ( awal ababd V ) yang kemudian disusul oleh kerajaan
Taruma di Jawa Barat.
Dengan
data-data ini, dapat diambil kesimpulan bahwa telah ada hubungan antara
Kerajaan-kerajaan pusat agama Hindu ( India dan sekitarnya) dengan
Negara-negara di Nusantara. Namun hubungan yang masuk tidak hanya saja hubungan
dagang saja, melainkan juga jalur-jalur perkawinan dan jalur-jalur pendidikan.
Meskipun
begitu, penghomrmatan terhadap arwahnenek moyang juga tetap dilaksanakan tanpa
kepalang tanggung. Oran-orang di Jawa sedikit takut kepaadaa mereka, sebab kalu
mereka terlambat sedikit dalaam memberikan sesaji, salah-salah anak cucu bisa ”kuwalat”
Di
samping kepada arwah nenek monyang “ kelas bisa”, orang-orang juga memberikan
penghormatan “special” kepada pendiri Desa, yang disebuat “ cikal bakal”,
sampi mereka beranggapan kalu paenen di
desa gagal, ini pasti karena ulah sang cikaal bakal tersebut.
Dengan
demikian, orang-orangdsa berusaha dengan sekuat tenaga untuk menggembirakan
hati beliau, mereka menyayikan lagu-lagu disertai suara music yang merdu,
tari-tarian yang lemah gemulai, dan bau kemenyan yang semerbak. Para “medium” yang bertugas memenggil arwah
tersebut, kalu di Negeri asalnya, India Belakang disebut Syaman.
Berdasarkan
sumber-sumber yang layak dipercayai, para Syaman kalu sedang bertugas selalu
memakai kedok (topeng) yang sedang melukiskan nenek mpyang. Mereka menari-nari
hinggaa dimasuki arwah nenek moyang (kesurupan). Dalam keadaan demikian para Syamab mengoceh
dan menceritakan kelebihan-kelebiahn
yang dimiliki para nenek moyang, misalnya kepahlawanan mereka dan
perang, membuat tanggul untuk kepentingan penduduk desa, dan sebagainya.
Kemudian
oleh orang-orang yang mendiami Pulau Jawa pada wktu itu, nenek moyang
digambarkan sebagai tokoh-tokoh wayang dan dengan demikian terjadilah wayang
kulit, setelah melaluhi kurun waktu yang berabad-abad lamanya, maka seni
pewayangan berkembangan sedemikian rupa hingga berjumlah empat ratus jenis.
Wayang telah dikenal sejak dahulu merupakan peninggalan leluhur, kesenian
tradisonal wayang merupakan sarana komunikasi yang sangat efektif, berfungsi
pula sebagai media hiburan, penerangan dan pendidikan serta dapat pula berperan
sebagai media dakwah. Sebagai kesenian yang’Adiluhung’ wayang banyak mengandung
nilai-nilai falsafah yang tinggi, perlu dilestarikan dan dihayati khususnya
bagai generasi penerus
Bersumebr dari buku milik perpustakaan UNY dengan
nomor buku (398.54)
RM ismunandar K. 2006. Wayang asal usul san jenisnya. Semarang:Effhar
NAMA :
FITRAYOGA LANANG P
NIM :
19209241051
PRODI :
PEND. SENI TARI ( UNY )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar