Kamis, 19 September 2019

WAYANG


WAYANG

Para Brahmana hindu yang pertama-tama yang meminpin penyiaran dan penyebaran agama hindu di Pulau Jawa pada abad IV Masehi, selalu menggunakan kitab-kitab mahabarata dan ramayana sebagai daya tarik, di saming Kitab Suci Weda sendiri. Menurut sumber-sumber sejarah, agama hindu masuk ke Indonesia selitar abad I Masahi, sember-sumber tersebut berasal dari prasasti-prasasti yang ditemukan dan dari berita-berita penulis sejarah bangsa Tionghoa. Kerajaan-kerajaan hindu yang berada di Indonesia antara lain. Kerajaan Hindu di Kutai, Kalimantan Timur ( awal ababd V ) yang kemudian disusul oleh kerajaan Taruma di Jawa Barat.
Dengan data-data ini, dapat diambil kesimpulan bahwa telah ada hubungan antara Kerajaan-kerajaan pusat agama Hindu ( India dan sekitarnya) dengan Negara-negara di Nusantara. Namun hubungan yang masuk tidak hanya saja hubungan dagang saja, melainkan juga jalur-jalur perkawinan dan jalur-jalur pendidikan.
Meskipun begitu, penghomrmatan terhadap arwahnenek moyang juga tetap dilaksanakan tanpa kepalang tanggung. Oran-orang di Jawa sedikit takut kepaadaa mereka, sebab kalu mereka terlambat sedikit dalaam memberikan sesaji, salah-salah anak cucu bisa ”kuwalat
Di samping kepada arwah nenek monyang “ kelas bisa”, orang-orang juga memberikan penghormatan “special” kepada pendiri Desa, yang disebuat “ cikal bakal”, sampi  mereka beranggapan kalu paenen di desa gagal, ini pasti karena ulah sang cikaal bakal tersebut.
Dengan demikian, orang-orangdsa berusaha dengan sekuat tenaga untuk menggembirakan hati beliau, mereka menyayikan lagu-lagu disertai suara music yang merdu, tari-tarian yang lemah gemulai, dan bau kemenyan yang semerbak. Para  “medium” yang bertugas memenggil arwah tersebut, kalu di Negeri asalnya, India Belakang disebut Syaman.
Berdasarkan sumber-sumber yang layak dipercayai, para Syaman kalu sedang bertugas selalu memakai kedok (topeng) yang sedang melukiskan nenek mpyang. Mereka menari-nari hinggaa dimasuki arwah nenek moyang (kesurupan).  Dalam keadaan demikian para Syamab mengoceh dan menceritakan kelebihan-kelebiahn  yang dimiliki para nenek moyang, misalnya kepahlawanan mereka dan perang, membuat tanggul untuk kepentingan penduduk desa, dan sebagainya.
Kemudian oleh orang-orang yang mendiami Pulau Jawa pada wktu itu, nenek moyang digambarkan sebagai tokoh-tokoh wayang dan dengan demikian terjadilah wayang kulit, setelah melaluhi kurun waktu yang berabad-abad lamanya, maka seni pewayangan berkembangan sedemikian rupa hingga berjumlah empat ratus jenis. Wayang telah dikenal sejak dahulu merupakan peninggalan leluhur, kesenian tradisonal wayang merupakan sarana komunikasi yang sangat efektif, berfungsi pula sebagai media hiburan, penerangan dan pendidikan serta dapat pula berperan sebagai media dakwah. Sebagai kesenian yang’Adiluhung’ wayang banyak mengandung nilai-nilai falsafah yang tinggi, perlu dilestarikan dan dihayati khususnya bagai generasi penerus

Bersumebr dari buku milik perpustakaan UNY dengan nomor buku (398.54)
RM ismunandar K. 2006. Wayang asal usul san jenisnya. Semarang:Effhar
NAMA            : FITRAYOGA LANANG P
NIM                : 19209241051
PRODI            : PEND. SENI TARI ( UNY )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar